Bagi sebagian besar masyarakat Bandung, pasti tidak asing lagi mendengar tempat yang bernama Dago Pakar dan kawasan wisata Maribaya. Dago Pakar atau yang sebenarnya bernama Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda adalah sebuah kawasan hutan yang masih tersisa di kota Bandung. Terletak di daerah Bandung Utara, taman hutan raya ini merupakan taman hutan raya yang pertama di Indonesia. Diresmikan oleh Presiden Soeharto bertepatan dengan tanggal kelahiran Ir. H. Djuanda. Sedangkan Maribaya adalah sebuah kawasan wisata terusan Dago Pakar di daerah Lembang yang menyajikan pesona air panas dan beberapa air terjun. Untuk mencapai Dago Pakar dari Bandung, bisa dimulai dari Terminal Dago. Yang kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki atau menyewa ojek sejauh kurang lebih 500 meter.
Kawasan Dago Pakar sangat sejuk karena pohon-pohon yang besar dan rindang tumbuh. Begitu juga kolam ikan yang luas yang bisa kita jadikan tempat wisata sepeda air. Taman hutan raya ini sesuai fungsinya sebagai taman hutan raya merupakan tempat konservasi flora dan fauna, pendidikan dan penelitian botani, serta rekreasi di alam terbuka. Bukan bertujuan utama sebagai sarana mendapatkan keuntungan finansial.
Masih di kawasan Dago Pakar, terdapat gua peninggalan penjajah Jepang. Dibangun oleh pekerja pribumi dahulu yang dikenal dengan nama romusha. Gua yang berupa lorong-lorong sebagai pertahanan perang zaman dulu yang tidak begitu panjang yang di dalamnya terdapat ruangan-ruangan. Kita bisa menyusuri gua-gua tersebut. Tidak perlu khawatir akan gelap karena ada banyak penyedia jasa penyewaan lampu senter di sekitar mulut gua.
Dari Dago Pakar, ada jalan setapak menuju kawasan Lembang, tepatnya kawasan wisata Maribaya sejauh kurang lebih enam kilo meter. Berbagai flora dan fauna bisa kita jumpai di sepanjang perjalanan. Jalan setapak ini sangat cocok digunakan sebagai tempat joging atau treking. Atau perjalanan bisa juga dilakukan dengan bersepeda.
Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, sedikitnya ada 40 famili dengan 112 species flora. Di antaranya adalah kaliandra (Calliandra callothyrsus), cengal pasir (Hopea odorata), teklan (Eupatorium odoratum), mahoni (Switenia macrophylla), bungur (Lagerstruemia sp.), saninten (Cartanopsis argentea), pasang (Quercus sp.), damar (Agathis damara), warugunung (Hibiscus similis), dan angsana (Pterocarpus indicus). Selain itu, ada juga jenis pohon yang sengaja dibawa penjajah asing pada zaman dahulu seperti pinus meksiko (Pinus montecumate), mahoni uganda (Khaya anthotheca), eucalyptus (Eucalyptus deglupta), Cedar Hondura (Cedrela mexicum), dan lainnya.
Sedangkan untuk faunanya sendiri masih bisa dijumpai sekelompok kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di sekitar Gua Jepang atau sekitar jalanan antara Gua Pakar menuju Maribaya. Juga dapat kita temui musang (Paradoxunus hermaproditus), bajing (Callosciurus notatus), burung kacamata (Zoeterops palpebrosus), perenjak jawa (Prinia flaviventris), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), bondol jawa (Geopelia striata), jalak suren (Sturnus contra), perkutut jawa (Geopelia striata), elang ular bido (Spilor cheela), cucak kutilang (Pytnonotus aurigaster), dan beberapa jenis lain.
Di sepanjang perjalanan terdapat aliran hulu Sungai Cikapundung. Sungai Cikapundung masih mengalir jernih di sini. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan daerah hilirnya yang penuh sampah dan hitam kecoklatan. Daerah aliran sungai Cikapundung hulu ini merupakan daerah yang sangat penting dijaga kelestarian hutannya untuk tetap menjaga alirannya yang nanti membelah kota Bandung.
Selain Gua Jepang, selepas beberapa puluh meter ke arah utara, bisa kita jumpai juga gua peninggalan penjajah Belanda. Gua yang pada waktu dahulu berfungsi sebagai markas militer, penjara, tempat penyimpanan senjata, maupun sebagai tempat pembangkit listrik tenaga air. Sebuah lorong utama menembus tebing tempat gua tersebut, di mana ruangan dan lorong-lorong lainnya juga banyak terdapat di dalamnya.
Patahan Lembang yang terkenal bisa kita lihat menjelang Maribaya. Patahan lembang merupakan fenomena geomorfologi pada waktu masa sunda purba. Sebuah fenomena yang mempengaruhi lembahan Kota Bandung sampai menjadi sekarang ini.
Maribaya akan kita temui setelah kita jauh berjalan. Terlihat dari sebuah jembatan kayu di seberang air terjun curug ciomas. Di kawasan Maribaya terdapat banyak curug selain curug ciomas. Warung-warung yang menyediakan minuman khas sunda, bandrek dan bajigur serta jagung bakar banyak terdapat di kawasan Maribaya. Bisa kita jadikan pelepas lapar dan dahaga setelah lelah berjalan menyusuri setapak dari Dago Pakar.
Saat ini, banyak ancaman yang terlihat begitu jelas di kawasan sepanjang Dago Pakar – Maribaya. Selain sampah yang ditemui di sepanjang jalan setapak, pembukaan lahan untuk area perkebunan dan pembangunan rumah atau vila adalah beberapa yang terlihat sangat jelas. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menyikapinya dengan bijaksana demi tetap menjaga Dago Pakar – Maribaya sebagai kawasan konservasi Kota Bandung yang tetap lestari.
Diberdayakan oleh Blogger.